+62-251-8423005 Fax: +62-251-8423004 ab2ti.pusat@gmail.com

Pemerintah mendorong beras fortifikasi, yaitu beras yang diperkaya dengan vitamin dan mineral seperti zat besi, asam folat, dan vitamin A, B, hingga B12, sebagai solusi perbaikan gizi masyarakat jangka panjang. Produk ini mulai banyak ditemui di ritel modern, menggantikan kelangkaan beras medium dan premium di pasaran. Namun, niat baik ini langsung berbenturan dengan realitas pasar, yaitu harga jualnya yang jauh lebih tinggi dibandingkan beras biasa.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengakui bahwa hingga saat ini belum ada aturan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras fortifikasi karena produk ini dikategorikan sebagai “beras khusus”. Pihaknya berencana merumuskan harga wajar setelah berkoordinasi dengan pelaku usaha. Meski begitu, Bapanas menegaskan komitmennya untuk menjaga ketersediaan semua jenis beras, dari medium, premium, hingga fortifikasi, dan membiarkan konsumen yang memilih.

Pengamat pangan Dwi Andreas Santosa memberikan pandangan kritis. Ia sependapat bahwa beras fortifikasi dan beras premium sebenarnya tidak perlu diatur HET-nya karena merupakan produk khusus. Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan ini justru membuatnya menjadi tidak tepat sasaran. Dwi Andreas menilai, jika targetnya adalah memperbaiki gizi masyarakat menengah ke bawah, logika kebijakannya harus dibalik. Beras fortifikasi justru seharusnya menjadi beras subsidi yang dipasok kepada kelompok rentan, bukan dilepas dengan harga tinggi di pasar. Tanpa intervensi ini, produk yang menjanjikan manfaat kesehatan jangka panjang itu hanya akan menjadi komoditas mahal yang tidak mampu dijangkau oleh mereka yang paling membutuhkan.

Anda dapat menyaksikan laporan investigasi tersebut langsung di kanal YouTube atau platform media ‘Garis Batas’, atau pada link yang tersedia di bawah ini