+62-251-8423005 Fax: +62-251-8423004 ab2ti.pusat@gmail.com
JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa menilai subsidi pupuk yang selama ini digelontorkan pemerintah tidak efektif untuk mendongkrak produksi pertanian.

Ia mencatat, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, impor komoditas pangan Indonesia naik hingga 19,6 juta ton. Artinya, subsidi pupuk yang diberikan setiap tahun senilai Rp33 triliun tidak memberikan imbal balik yang memuaskan. Hal inilah yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kecewa dengan produksi pertanian yang mengalami penurunan.

Andreas yang juga merupakan Guru Besar Pertanian IPB itu menyikapi kemarahan Jokowi itu adalah suatu hal yang wajar. Menurutnya, pada awal pemerintahan Jokowi, ia sudah menyarankan untuk mengkaji ulang aturan terkait subsidi pupuk.

Menurut dia, ketimbang mensubsidi pupuk yang merupakan input dalam proses produksi, lebih baik alokasi anggarannya disalurkan langsung kepada petani.

“Dulu saya membantu beliau (Jokowi) di tim transisi, dulu ada dua program yang kita usulkan untuk pembangunan pertanian dan pangan pada saat itu, yakni penggantian subsidi input ke direct payment (subsidi langsung),” ujar Andreas kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin.

Andreas mengungkapkan, pihaknya telah melakukan kajian komprehensif terhadap program subsidi pupuk. Dari total sekitar Rp33 triliun dana subsidi dalam setahun, ternyata tidak semuanya dirasakan manfaatnya oleh petani. Karena para petani lebih baik mengeluarkan biaya yang lebih mahal untuk pupuk (membeli pupuk komersial), memiliki kualitas dan produksinya bisa meningkat. Sedangkan pupuk bersubsidi tidak terlalu baik.

“Sudah kami sampaikan kepada presiden, termasuk hasil dari rembug dengan para petani. Sudah kami sampaikan terkait direct payment dan yang lainnya yang kami sebut sebagai after sold direct payment,” tuturnya.

Dia menjelaskan, payment pertama akan membantu petani pada saat persiapan masa tanam. Kemudian payment kedua ketika petani sudah menghasilkan produk pertanian, dalam bentuk perlindungan harga.

“Sehingga enggak ada lagi input disubsidi. Dengan cara seperti itu, saya sudah pernah hitung peningkatan produksi petani itu bisa sampai 31 persen, hanya sekadar mengalihkan subsidi input ke direct payment,” ucapnya.

Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) pada tahun ini menambah alokasi pupuk bersubsidi menjadi 9 juta ton dan 1,5 juta liter pupuk organik cair. Hal ini berbeda dengan tahun 2020 yang alokasinya hanya 8,9 juta ton.

Sebagai informasi, sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020, pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang telah bergabung dalam kelompok tani yang menyusun Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK). Hal itu bertujuan agar penyaluran pupuk bersubsidi bisa lebih efektif dan tepat sasaran.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Sarwo Edhy menjelaskan, berdasarkan e-RDKK yang diatur Kelompok Tani, petani penerima pupuk bersubsidi adalah petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan peternakan dengan lahan paling luas dua hektare. Petani juga melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan pada perluasan areal tanam baru.

“Distribusi pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani dan dilakukan bertahap,” ujar Sarwo Edhi.

Penyusunan e-RDKK ini bersumber dari kelompok tani dan melalui sejumlah tahapan verifikasi sebelum ditentukan sebagai data penerima pupuk subsidi. (git/din/fin)

Sumber dan tautan asli:
https://fin.co.id/2021/02/05/subsidi-pupuk-diusulkan-dihapus/