+62-251-8423005 Fax: +62-251-8423004 ab2ti.pusat@gmail.com

Mungkinkah swasembada gula nasional terwujud?

“Sulit”, demikian pendapat ketua umum AB2Ti, Prof Dr. Dwi Andreas Santosa, Ekonom sekaligus Guru Besar di IPB.

Hal ini disebabkan oleh produktivitas industri gula di Indonesia masih sangat rendah.  Walaupun tingkat produksi gula relatif meningkat namun belum dapat memenuhi kebutuhan gula nasional. Tingkat produksi gula hanya sekitar 2.2 juta ton pada rentang tahun 206-2020, menurut data BPS. Disamping itu produsen gula dalam negeri, diduga belum mampu bersaing dengan produsen gula internasional.

Berikut petikan pendapat Prof. Dr. Dwi Andreas santosa yang disampaikan kepada Fortune Indonesai:

Ekonom sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, menyatakan tantangan utama dalam upaya mewujudkan kembali swasembada gula nasional adalah soal produktivitas industri gula Indonesia yang masih sangat rendah.

Berdasarkan catatannya, saat ini rata-rata kebutuhan konsumsi gula nasional per tahun mencapai 7 juta ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persennya masih harus diimpor.

 

Dia menyebutkan, tingkat produksi gula yang relatif meningkat dalam beberapa tahun terakhir belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Berdasarkan data BPS, rata-rata tingkat produksi gula Indonesia hanya 2,2 juta ton pada 2016-2020.

Tingkat produksi gula yang cenderung stagnan tersebut dia sinyalir terjadi akibat rendahnya produktivitas lahan tebu Indonesia. Hingga kini, tingkat produktivitas tebu Indonesia hanya 5,27 ton per hektare. Padahal, berdasarkan riset, potensi produktivitas itu bisa mencapai 10 hingga 20 ton per hektare.

 

Pada saat sama, lanjutnya, Indonesia juga ditengarai belum memiliki kemampuan bersaing dengan produsen gula internasional. Kondisi itu, katanya, membuat harga gula di pasar interasional lebih murah ketimbang dalam negeri.

“Dan itu sebenarnya problem utamanya, mengapa kita kok tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan, ketergantungan kita terhadap gula impor semakin lama semakin tinggi,” kata Dwi kepada Fortune Indonesia, Selasa (21/9).

 

Doktor Lulusan Technische Universitaet, Braunweig, Jerman ini pun mengatakan, solusi pemenuhan dengan impor juga justru menciptakan masalah baru. Pasalnya, dengan harga impor yang lebih murah, praktis gula hasil produksi perkebunan rakyat tidak bisa bersaing.

Dwi Andreas pun menyimpulkan, dengan sejumlah catatan tersebut, upaya perwujudan kembali swasembada gula jelas sangat sulit. Di satu sisi harus meningkatkan produktivitas. Di sisi lain, pengendalian impor juga harus terus dilakukan terutama soal tarif agar produksi gula dalam negeri bisa bersaing.

“Kalau gula dari rakyat itu tidak bisa bersaing, ya kondisinya seperti sekarang ini,” kata Dwi.” Semakin lama industri gula nasional semakin mati. Sehingga, kalau ada cita-cita swasembada, ya sudah barang tentu itu hanya ilusi saja.”

Selengkatpnya dapat dibaca pada:

https://www.fortuneidn.com/news/luky/bumn-ingin-swasembada-gula-bagaimana-caranya?utm_source=WA&utm_medium=websharing